

Source : Walpaperaccess
Halo Sobat Data!
Selamat datang di sesi #KokBisa, tempat kita mengungkap bagaimana data diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, sering kali tanpa kita sadari. Di sini, kita juga akan mengeksplorasi fakta-fakta menarik dan informasi seru lainnya. Jangan lewatkan dan simak hingga akhir ya!
Pada #KokBisa hari ini, kita akan kupas sedikit bagaimana Artificial Intelligence (AI) dapat membedakan Foto Kucing dan Anjing. Jadi, jangan sampai terlewatkan ya, Sobat Data!
Bayangkan Sobat Data sedang duduk santai di kamar, iseng memotret kucing peliharaan yang sedang tidur, lalu mengunggah fotonya ke aplikasi. Beberapa detik kemudian, aplikasi itu langsung menampilkan hasil, “Ini kucing.” Tidak hanya itu, kadang bahkan muncul informasi ras, warna bulu, atau perkiraan usia. Sekilas, semua ini terasa seperti sulap digital, padahal sebenarnya ada “otak” buatan yang bekerja keras di balik layar.
Kuncinya ada pada data. Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) bekerja dengan belajar dari ribuan, bahkan jutaan foto yang sudah diberi label jelas: mana kucing, mana anjing. Setiap gambar membawa informasi unik yang kemudian dianalisis. Dari bentuk telinga yang tajam atau bulat, panjang moncong yang bervariasi, pola bulu yang beragam, hingga posisi mata yang khas, semua menjadi “petunjuk” bagi AI untuk mengenali perbedaan. Dalam dunia sains data, metode ini dikenal sebagai supervised learning, yaitu proses pembelajaran dari data yang jawabannya sudah diketahui sejak awal.
Begitu pelatihan selesai, AI siap melakukan klasifikasi ketika Sobat Data mengunggah foto baru. Langkah pertama yang dilakukan sistem adalah memecah gambar menjadi ribuan piksel kecil. Setiap piksel memiliki nilai angka yang mewakili warna dan tingkat kecerahan. Bayangkan seperti mengubah foto menjadi kumpulan angka-angka yang bisa dibaca oleh komputer. Inilah bahasa yang dipahami AI.
Tahap berikutnya adalah analisis menggunakan convolutional neural network (CNN), sebuah algoritma yang dirancang khusus untuk mengenali pola pada gambar. CNN bekerja dalam beberapa lapisan. Lapisan awal mendeteksi fitur sederhana seperti garis, tepi, atau sudut. Lapisan menengah mulai mengenali bentuk yang lebih kompleks seperti telinga atau mata. Hingga akhirnya, lapisan terakhir menyatukan semua informasi ini dan membuat keputusan: apakah gambar tersebut kucing, anjing, atau bahkan jenis hewan lain jika sistem sudah dilatih lebih luas.
Namun, meskipun terlihat pintar, AI tetap bisa melakukan kesalahan. Ada kasus penelitian di mana foto husky salah diidentifikasi sebagai serigala hanya karena latar belakangnya bersalju. Ini menunjukkan bahwa AI tidak benar-benar “mengerti” seperti manusia, melainkan sekadar mencari pola dari data yang pernah dilihat. Jika pola yang mirip muncul, walaupun konteksnya berbeda, AI bisa membuat kesimpulan yang keliru.
Hal ini juga menjadi pengingat bahwa kualitas dan keberagaman data pelatihan sangat penting. Jika data yang digunakan kurang bervariasi, hasil prediksi bisa bias atau tidak akurat. Dalam sains data, ada pepatah terkenal: garbage in, garbage out. Artinya, jika data yang masuk buruk, hasil yang keluar juga akan buruk.
Maka, kemampuan AI membedakan kucing dan anjing adalah hasil dari proses panjang pengumpulan data, pelatihan algoritma, dan analisis pola. AI tidak “paham” seperti manusia, tetapi ia bisa menjadi sangat akurat jika dilatih dengan data yang tepat. Jadi, setiap kali Sobat Data melihat AI menebak jenis hewan dengan cepat, ingatlah bahwa di balik layar ada kombinasi antara matematika, statistik, dan sains data yang bekerja keras untuk memberi jawaban tersebut.
Sampai jumpa di sesi #KokBisa berikutnya, dengan topik menarik lainnya seputar data dan teknologi. Mari kita terus bermain dengan data dan memanfaatkan potensi teknologi untuk memenangkan era digital ini dan bergabung menjadi bagian dari Sains Data Telkom University Surabaya! 🌟
Playing with Data, Winning the Era.
More info :
-Website : https://bds-sby.telkomuniversity.ac.id/
-Instagram : https://www.instagram.com/ds.telkomsurabaya/